Rabu, 03 Juni 2020

Agar Rizki Mendapat Keberkahan

Agar Rizki Mendapat Keberkahan

Dua Syarat Meraih Keberkahan

Ditulis Oleh Ustadz DR. Muhammad Arifin Badri
Betapa sering kita mengucapkan, mendengar, mendambakan dan berdo’a untuk mendapatkan keberkahan, baik dalam umur, keluarga, usaha, maupun dalam harta benda dan lain-lain. Akan tetapi, pernahkah kita bertanya, apakah sebenarnya yang dimaksud dengan keberkahan itu? Dan bagaimana untuk memperolehnya?
Apakah keberkahan itu hanya terwujud jamuan makanan yang kita bawa pulang saat kenduri? Atau apakah keberkahan itu hanya milik para kiyai, tukang ramal, atau para juru kunci kuburan, sehingga bila salah seorang memiliki suatu hajatan, ia datang kepada mereka untuk “ngalap berkah”, agar cita-citanya tercapai?
Bila kita pelajari dengan sebenarnya, baik melalui ilmu bahasa Arab maupun melalui dalil-dalil dalam Al-Qur’an dan Sunnah, kita akan mendapatkan bahwa kata al-barakah memiliki kandungan dan pemahaman yang sangat luas dan agung. Secara ilmu bahasa, al-barakah, berarti berkembang, bertambah dan kebahagian [1]. Imam An-Nawawi rahimahullah berkata : “Asal makna keberkahan, ialah kebaikan yang banyak dan abadi” [2]
DAHULU, SABA MERUPAKAN NEGERI PENUH BERKAH
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman tentang negeri mereka.
“(Negerimu adalah) negeri yang baik dan (Rabbmu) adalah Rabb Yang Maha Pengampun” [Saba : 15]
Ayat diatas berbicara tentang negeri Saba’ sebelum mengalami kehancuran lantaran kekufuran mereka kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dalam Al-Qur’an, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menjelaskan kisah bangsa Saba’, suatu negeri yang tatkala penduduknya beriman dan beramal shalih, maka mereka dilingkupi dengan keberkahan. Sampai-sampai ulama ahli tafsir mengisahkan, kaum wanita Saba’ tidak perlu bersusah-payah memanen buah-buahan di kebun mereka. Untuk mengambil hasil buahnya, cukup menaruh keranjang di atas kepala, lalu melintas di kebun, maka buah-buahan yang telah masak akan berjatuhan memenuhi keranjangnya, tanpa harus memetik atau mendatangkan pekerja untuk memanennya.
Sebagian ulama lain juga menyebutkan, dahulu di negeri Saba’ tidak ada lalat, nyamuk, kutu, atau serangga lainnya. Kondisi demikian itu lantaran udaranya yang bagus, cuacanya bersih, dan berkat rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala yang senantiasa meliputi mereka. [3]
Kisah keberkahan yang menakjubkan pada zaman keemasan umat Islam juga pernah diungkapkan oleh Imam Ibnul Qayyim rahimahullah :”Sungguh, biji-bijian dahulu, baik gandum maupun yang lainnya lebih besar dibanding dengan yang ada sekarang, sebagaimana keberkahan yang ada padanya (biji-bijian kala itu, pent) lebih banyak. Imam Ahmad rahimahullah telah meriwayatkan melalui jalur sanadnya, bahwa telah ditemukan di gudang sebagian kekhilafahan Bani Umawi sekantung gandum yang biji-bijinya sebesar biji kurma, dan bertuliskan pada kantung luarnya :”Ini adalah gandum hasil panen pada masa keadilan ditegakkan” [4]
Bila demikian, tentu masing-masing kita mendambakan untuk mendapatkan keberkahan dalam pekerjaan, penghasilan dan harta. Sehingga kita bertanya-tanya, bagaimanakah cara agar usaha, penghasilan dan harta saya diberkahi Allah?
DUA SYARAT MERAIH KEBERKAHAN
Untuk memperoleh keberkahan dalam hidup secara umum dan dalam penghasilan secara khusus, terdapat dua syarat yang mesti dipenuhi.
Pertama. Iman Kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Inilah syarat pertama dan terpenting agar rizki kita diberkahi Allah Subhanahu wa Ta’ala, yaitu dengan merealisasikan keimanan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
“Andaikata penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka keberkahan dari langit dan bumi. Tetapi, mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya” [Al-A’raf : 96]
Demikian, balasan Allah Subhanahu wa Ta’ala bagi hamba-hamba-Nya yang beriman, dan sekaligus menjadi penjelas bahwa orang yang kufur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, niscaya tidak akan pernah merasakan keberkahan dalam hidup.
Di antara perwujudan iman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala yang berkaitan dengan penghasilan, ialah senantiasa yakin dan menyadari bahwa rizki apapun yang kita peroleh merupakan karunia dan kemurahan Allah Subhanahu wa Ta’ala , bukan semata-mata jerih payah atau kepandaian kita. Yang demikian itu, karena Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menentukan kadar rizki setiap manusia semenjak ia masih berada dalam kandungan ibunya.
Bila kita pikirkan diri dan negeri kita, niscaya kita bisa membukukan buktinya. Setiap kali kita mendapatkan suatu keberkahan, maka kita lupa daratan, dan merasa keberhasilan itu karena kehebatan kita. Dan sebaliknya, setiap terjadi kegagalan atau bencana, maka kita menuduh alam sebagai penyebabnya, dan melupakan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Bila demikian, maka mana mungkin Allah Subhanahu wa Ta’ala akan memberkahi kehidupan kita? Bukankah pola pikir semacam ini yang telah menyebabkan Qarun mendapatkan adzab dengan ditelan bumi? Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
“Qarun berkata : “Sesunguhnya aku hanya diberi harta itu karena ilmu yang ada padaku”. Dan apakah ia tidak mengetahui bahwasanya Allah sungguh telah membinasakan umat-umat sebelumnya yang lebih kuat daripadanya dan lebih banyak harta kumpulannya ..” [Al-Qashah : 78]
Perwujudan bentuk yang lain dalam hal keimanan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala berkaitan dengan rizki, yaitu kita senantiasa menyebut nama Allah Subhanahu wa Ta’ala ketika hendak menggunakan salah satu kenikmatan-Nya, misalnya ketika makan.
“Dari Sahabat Aisyah Radhiyallahu ‘anha, bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pada suatu saat sedang makan bersama enam orang sahabatnya, tiba-tiba datang seorang Arab badui, lalu menyantap makanan beliau dalam dua kali suapan (saja). Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Ketahuilah seandainya ia menyebut nama Allah (membaca Bismillah, pent), niscaya makanan itu akan mencukupi kalian”. [HR Ahmad, An-Nasa-i dan Ibnu Hibban]
Pada hadits lain, Nab Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Ketahuilah bahwasanya salah seorang dari kamu bila hendak menggauli istrinya ia berkata : “Dengan menyebut nama Allah, ya Allah jauhkanlah kami dari setan dan jauhkanlah setan dari anak yang Engkau karuniakan kepada kami”, kemudian mereka berdua dikaruniai anak (hasil dari hubungan tersebut, pent) niscaya anak itu tidak akan diganggu setan” [HR Al-Bukhari]
Demikian, sekilas penjelasan peranan iman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, yang terwujud pada menyebut nama-Nya ketika hendak menggunakan suatu kenikmatan, sehingga mendatangkan keberkahan pada harta dan anak keturunan.
Kedua : Amal Shalih
Yang dimaksud dengan amal shalih, ialah menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya sesuai dengan syari’at yang diajarkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Inilah hakikat ketakwaan yang menjadi syarat datangnya keberkahan sebagaimana ditegaskan pada surat Al-A’raf ayat 96 diatas.
Tatkala Allah Subhanahu wa Ta’ala menceritakan tentang Ahlul Kitab yang hidup pada zaman Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
“Dan sekiranya mereka benar-benar menjalankan Taurat, Injil dan (Al-Qur’an) yang diturunkan kepada mereka, niscaya mereka akan mendapatkan makanan dari atas mereka dan dari bawah kaki mereka” [Al-Ma’idah : 66]
Para ulama tafsir menjelaskan, bahwa yang dimaksud dengan “mendapatkan makanan dari atas dan dari bawah kaki”, ialah Allah Subhanahu wa Ta’ala akan meielimpahkan kepada mereka rizki yang sangat banyak dari langit dan dari bumi, sehingga mereka akan mendapatkan kecukupan dan berbagai kebaikan, tanpa susah payah, letih, lesu, dan tanpa adanya tantangan atau berbagai hal yang mengganggu ketentraman hidup mereka [5]
Di antara contoh nyata keberkahan harta orang yang beramal shalih, ialah kisah Khidir dan Nabi Musa bersama dua orang anak kecil. Pada kisah tersebut, Khidir menegakkan tembok pagar yang hendak roboh guna menjaga agar harta warisan yang dimiliki dua orang anak kecil dan terpendam di bawah pagar tersebut , sehingga tidak nampak dan tidak bisa diambil oleh orang lain.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
“Adapun dinding rumah itu adalah kepunyaan dua anak yatim di kota itu, dan dibawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya adalah seorang yang shalih, maka Rabbmu menghendaki agar mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu, sebagai rahmat dari Rabbmu” [Al-kahfi : 82]
Menurut penjelasan para ulama tafsir, ayah yang dinyatakan dalam ayat ini sebagai ayah yang shalih itu bukan ayah kandung dari kedua anak tersebut. Akan tetapi, orang tua itu ialah kakeknya yang ketujuh, yang semasa hidupnya berprofesi sebagai tukang tenun.
Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Pada kisah ini terdapat dalil bahwa anak keturunan orang shalih akan dijaga, dan keberkahan amal shalihnya akan meliputi mereka di dunia dan di akhirat. Ia akan memberi syafa’at kepada mereka, dan derajatnya akan diangkat ke tingkatan tertinggi, agar orang tua mereka menjadi senang, sebagaimana dinyatakan dalam Al-Qur’an dan Sunnah’ [6]
Sebaliknya, bila seseorang enggan beramal shalih, atau bahkan malah berbuat kemaksiatan, maka yang ia petik juga kebalikan dari apa yang telah disebutkan di atas, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Sesungguhnya seseorang dapat saja tercegah dari rizkinya akibat dari dosa yang ia kerjakan” [HR Ahmad, Ibnu Majah, Al-Hakim dll]
Membusuknya daging dan basinya makanan, sebenarnya menjadi salah satu dampak buruk yang harus ditanggung manusia. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan bahwa itu semua terjadi akibat perbuatan dosa umat manusia. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Seandainya kalau bukan karena ulah Bani Israil, niscaya makanan tidak akan pernah basi dan daging tidak akan pernah membusuk” [Muttafaqun ‘alaih]
Para ulama menjelaskan, tatkala Bani Israil diberi rizki oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala berupa burung-burung salwa (semacam burung puyuh) yang datang dan dapat mereka tangkap dengan mudah setiap pagi hari, mereka dilarang untuk menyimpan daging-dading burung tersebut. Setiap pagi hari, mereka hanya dibenarkan untuk mengambil daging yang akan mereka makan pada hari tersebut. Akan tetapi, mereka melanggar perintah ini, dan mengambil daging dalam jumlah yang melebihi kebutuhan mereka pada hari tersebut, untuk disimpan. Akibat perbuatan mereka ini, Allah Subhanahu wa Ta’ala menghukum mereka, sehingga daging-daging yang mereka simpan tersebut menjadi busuk. [7]
Demikian, penjelasan dua syarat penting guna meraih keberkahan.
[Disalin dari Majalah As-Sunnah Edisi 01/Tahun XII/1429H/2008M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta]
___________
Footnotes
[1]. Al-Misbahul-Munir, 1/45. Al-Qamus Al-Muhith, 2/1236. Lisanul Arab 10/395
[2]. Syarhu Shahih Muslim, oleh An-Nawawi 1/225
[3]. Tafsir Ibnu Katsir, 3/531
[4]. Lihat Zadul Ma’ad, 4/363 dan Musnad Ahmad 2/296
[5]. Tafsir Ibnu Katsir, 2/76
[6]. Tafsir Ibnu Katsir, 3/99
[7]. Ma’alimut Tanzil, 1/97. Syarhu Shahih Muslim 10/59 Fathul Bari 6/411


Read more https://pengusahamuslim.com/315-agar-rizki-mendapat-keberkahan-dua-syarat-meraih-keberkahan.html

Selasa, 10 September 2019

Ridho Allah Tergantung Keridhoan Orang Tua

Keridhoan orang tua adalah keridhoan Allah Ta’ala, begitu pun sebaliknya, ketika orang tua murka terhadap kita, maka Allah pun murka kepada kita. Selama yang dibenci atau dimurkai orang tua terhadap kita adalah dalam perkara yang memang mungkar. Bukan perkara yang dimana orang tua benci karena kita ada dalam kebenaran.
Dari Abdullah bin ’Amru radhiallahu ‘anhuma, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
رِضَى الرَّبِّ فِي رِضَى الوَالِدِ، وَسَخَطُ الرَّبِّ فِي سَخَطِ الْوَالِدِ
Ridha Allah tergantung pada ridha orang tua dan murka Allah tergantung pada murka orang tua.”Hadits riwayat Hakim, ath-Thabrani.
Dari hadits tersebut, bisa diambil kesimpulan bahwa seorang anak wajib berusaha membuat orang tuanya ridha. Dalam hadits tersebut, Rasulullah menyebutkan bahwa ridha Allah bergantung pada ridha orang tua. Sama halnya dengan mencari ridha Allah yang merupakan suatu kewajiban, demikian pula dengan mencari ridha orang tua.
Banyak orang yang bersungguh-sungguh untuk mencapai keridhoan Allah, justru Allah enggan untuk meridhoinya, meskipun ibadahnya banyak, karena dia menelantarkan orang tua, dan orang tua tidak ridho kepadanya.
Selain itu Haram melakukan segala sesuatu yang memancing kemarahan kedua orang tua. Sama halnya dengan mengundang kemarahan Allah yang merupakan suatu keharaman, demikian pula dengan melakukan sesuatu yang dapat memancing kemarahan mereka.
Di dalam hadits tersebut juga Terdapat hubungan sebab-musabab. Berbakti kepada orang tua merupakan sebab, Adapun ridha Allah dan ridha orang tua merupakan musabab.
Sebagian ulama berpendapat keridhaan orang tua wajib diprioritaskan ketimbang melakukan amalan wajib yang hukumnya fardhu kifayah seperti jihad. Hal ini berdasarkan hadits Abdullah bin ‘Amru radhiallahu ‘anhuma, beliau mengatakan.
جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَاسْتَأْذَنَهُ فِي الجِهَادِ، فَقَالَ: «أَحَيٌّ وَالِدَاكَ؟»، قَالَ: نَعَمْ، قَالَ: «فَفِيهِمَا فَجَاهِدْ
Seorang pria mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk meminta izin beliau agar diberangkatkan berjihad. Maka beliau bertanya.”Apakah kedua orang tua Anda masih hidup?.” Pria tersebut menjawab”Iya.” Maka Nabi pun berkata,”Berjihadlah dengan berbakti kepada keduanya.” hadits Shahih, diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan Imam Muslim.
Selain itu Segala bentuk interaksi yang mampu mendatangkan ridha orang tua tercakup dalam pengertian berbakti kepada kedua orang tua. Demikian pula sebaliknya, segala bentuk interaksi yang mengundang kemurkaan mereka tercakup dalam tindakan durhaka kepada kedua orang tua.
Oleh karena itu, Mendatangkan keridhaan orang tua dengan cara menaati perintah mereka merupakan salah satu bentuk berbakti. Namun, hal tersebut memiliki batasan selama perintah mereka tidak bertentangan dengan perintah Allah. Apabila perintah keduanya bertentangan, maka wajib memprioritaskan ridha Allah di atas ridha makhluk.
Perlu diketahui juga bahwa Ridha orang tua merupakan sebab terkabulnya do’a sang anak. Karena dengan keridhoan orang tualah, anak tersebut akan memiliki posisi yang mulia di sisi Allah sehingga dia memiliki kesempatan yang besar untuk bisa mendapat ridho Allah, jika Allah ridho, maka doanya berpeluang besar untuk dikabulkan. Contohnya adalah Uwais al-Qorni. dia adalah seorang yang berbakti kepada ibunya, sehingga Allah mengistimewakannya dengan kemuliaan dan pengabulan doa.
Bahkan Rasulullah sholallahu alaihi wa salam memerintahkan sahabat umar untuk meminta doa pengampunan kepadanya.S emoga Allah memberi kita kemuliaan dengan memberi kesempatan dan petunjuk kepada kita untuk berbakti kepada kedua orang tua.
Semoga bermanfaat.
Wallahu a’lam.

Senin, 05 Februari 2018

Keajaiban Sedekah


Inilah Keajaiban Sedekah Membuat Rezeki Penuh Barokah


“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa. (Yaitu) orang-orang yag menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun di waktu sempit.” (QS. Ali Imran 133-134)
Sahabat, sungguh aneh jika kita menelisik berbagai ayat atau hadits mengenai sedekah. Tak ada ayat dan hadits yang menyatakan untuk bersedekah di kala rezeki lapang saja. Justru kita dianjurkan menginfakkan sedekah baik di kala mudah maupun susah. Bukankah hal ini terdengar aneh?
Bagaimana kita bisa bersedekah jika kebutuhan diri sendiri saja tidak cukup? Apa maksudnya kita diminta bersedekah padahal kondisi sendiri masih susah? Nah, ternyata di sinilah letak keajaiban sedekah
Sahabat, sesungguhnya sedekah bisa membuat rezeki yang sedikit sekalipun menjadi barokah, dalam artian membuat yang sedikit menjadi cukup, yang sempit menjadi lapang.
“Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan (sekedar) apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan.” (QS. At Thalak: 7)
Dari ayat di atas jelas bahwa sekalipun dalam kondisi sulit, kita diminta untuk menginfakkan harta. Salah satu contoh Sahabat Rasulullah yang biasa bersedekah sekalipun dalam kondisi sempit dan bisa kita jadikan pelajaran adalah kisah keluarga Ali bin Abi Thalib radiyallaahu ‘anhu, yang ikhlas berbagi bahkan dalam kondisi mereka yang amat miris sekalipun. 
Dikisahkan bahwa saat itu Hasan dan Husein, putra dari Ali dan Fathimah, sedang jatuh sakit. Oleh karena itu, Ali, Fathimah, bahkan juga kedua putranya bernazar untuk melakukan puasa karena Allah selama 3 hari bila diberi kesembuhan atas penyakit yang diderita. 
Allah pun mengabulkan nazar mereka. Hasan dan Husein sembuh. Maka mereka sekeluarga pun berpuasa selama 3 hari untuk memenuhi nazar. Pada hari pertama saat hendak berbuka, tak ada makanan untuk berbuka selain sepotong roti. Namun saat mereka baru saja hendak melahapnya, tiba-tiba saja terdengar suara orang yang mengucapkan salam dari balik pintu. Ali menjawab salam kemudian bangkit untuk menemui orang tersebut.
Rupanya, ada seorang miskin yang menyatakan bahwa dirinya sedang kelaparan karena sudah beberapa hari tidak makan apapun. Ia datang memohon kemurahan hati Ali untuk memberinya sesuatu yang bisa mengisi perutnya. Sungguh kondisi ini membuat Ali bimbang. Ia tahu bahwa keluarganya juga lapar karena telah berpuasa seharian, akan tetapi orang yang berdiri di hadapannya kini tentu jauh lebih kelaparan daripada keluarganya.
Ali pun masuk ke dalam. Ia sampaikan kondisi dan penderitaan orang miskin tadi kepada Fathimah dan kedua putranya. Dengan hati lapang, mereka semua sepakat rela memberikan sepotong roti yang hendak mereka makan kepada orang miskin itu. Tinggallah mereka semua, hanya berbuka dengan beberapa teguk air putih saja, dan pada malam harinya tertidur dengan kondisi menahan lapar.
Pada hari kedua, juga pada saat berbuka, sekali lagi hanya ada sepotong roti yang tersedia bagi keluarga Ali bin Abi Thalib. Roti itu baru saja hendak masuk ke mulut mereka sebagai hidangan berbuka. Namun terdengarlah ucapan salam dari mulut seorang bocah di balik pintu rumah. Ali pun bangkit lalu pergi ke sumber suara. Di sana ia menjumpai seorang bocah yang mengaku yatim dan berkata bahwa dirinya lapar karena ia tidak memiliki orang tua yang memberinya makan. 
Hati Ali terenyuh mendengarnya, namun ia sadar bahwa keluarganya pun sedang dalam lapar. Akan tetapi begitu luar biasa keluarga Ali bin Abi Thalib, bahkan roti yang hampir dilahap tadi, akhirnya diberikan kepada bocah yatim yang malang itu. Malam kedua, mereka pun merasakan rasa lapar yang bertambah berat.
Hari terakhir berpuasa untuk memenuhi nazar pun mereka jalankan. Kondisi tubuh sudah semakin lemah. Perut melilit dan terasa perih. Namun sedikit pun mereka tiada mengeluh, bahkan mereka berharap ganjaran pahala berlebih dari Allah yang tiada pernah terpejam. Saat berbuka sudah menjelang, sekali lagi hanya sepotong roti yang hendak mereka santap berlima. Kali itu, pintu pun diketuk dan ucapan salam terdengar.
Hati mereka was-was karena sudah begitu lapar. Namun sekali lagi Ali bangkit dan pergi ke luar. Di sana ia temui ada seorang tawanan yang baru saja dilepaskan. Seperti tawanan lainnya, ia selalu disiksa dan tidak diberi makan. Ia datang dengan perawakan kurus kering, wajah lusuh dan hampir ambruk karena tidak bertenaga. Ali pun merasakan penderitaannya. Sejurus ia pergi ke dalam, ia sampaikan kondisi manusia malang itu. Dengan sukarela mereka sekeluarga mengikhlaskan roti yang hendak mereka santap. Malam itu pun mereka lalui dengan rasa lapar yang makin menjadi.
Sungguh mengagumkan apa yang dilakukan oleh keluarga Ali bin Abi Thalib dan Fathimah Az Zahra ini, mereka mampu mengekang keinginan untuk menyantap hidangan yang disukainya dan justru mengalah dengan lebih memilih bersedekah meski dalam keadaan susah.
Allah memuji keluarga Ali dan Fathimah dan mengisahkannya dalam Al Qur’an surah Al-Insan ayat 7-11:
“Mereka menunaikan nazar dan takut akan suatu hari yang azabnya merata di mana-mana. Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan. Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih. Sesungguhnya kami takut akan (azab) Tuhan kami pada suatu hari yang (di hari itu) orang-orang bermuka masam penuh kesulitan. Maka Tuhan memelihara mereka dari kesusahan hari itu, dan memberikan kepada mereka kejernihan (wajah) dan kegembiraan hati.”
Sahabat, mungkin kondisi kita tak seburuk apa yang dialami oleh Ali bin Abi Thalib dan keluarganya yang menahan lapar tiga hari berturut-turut hanya dengan beberapa teguk air saja. Maukah kita berbagi meski dalam kondisi yang tak ideal? Jika kita tetap dapat bersedekah di kala susah, rezeki yang ada akan menjadi berkah. Bisa jadi dengan jalan Allah limpahkan kesehatan, ketenangan jiwa, kebahagiaan, maupun bentuk kemudahan hidup lainnya. In syaa Allah. (SH)

Rabu, 12 Desember 2012

SAMI JAYA cuci mobil & motor "Herang Mencrang"



Kini telah hadir steam mobil dan motor dengan slogan HERANG MENCRANG di daerah Lamaran - Karawang, CV.Sami Jaya telah merilis usaha barunya yakni Steam Mobil & Motor yang lokasinya sangat strategis di jalur utama Lamaran,
berbagai fasilitas kami yaitu steam hydrolic mobil sebanyak 2 buah dan steam hydrolik motor 2 buah,tempat tunggu yang nyaman (ber-AC,TV LCD,serta GRATIS air mineral), Mushola,toilet,serta FREE Wi-Fi.

Kami buka pukul 07.00 s/d 17.00 WIB setiap Hari Sabtu - Kamis,kecuali hari libur akbar.
steam mobil
steam motor
fasilitas pedok

Jumat, 16 November 2012

Jangan Tunggu Haus Untuk Minum!

Aktivitas sehari-hari dapat sangat menyita waktu sehingga terkadang kita menggantikan kebutuhan tubuh akan cairan, yang terus berkurang akibat aktivitas. Jangan biarkan hal ini terjadi! Karena jika terus menerus kekurangan cairan, tubuh akan mengalami dehidrasi yang dapat menyebabkan timbulnya penurunan daya ingat visual, mudah marah dan cemas, penurunan konsentrasi, serta dalam beberapa kasus seseorang dapat mengalami sakit kepala. Untuk itu, jangan tunggu haus untuk minum air putih setiap hari!
Kenali Gejala Dehidrasi

Sebelum mengatasi terjadinya dehidrasi , ayo kenali terlebih dahulu gejala dehidrasi pada tubuh Anda. Caranya mudah! Cukup perhatikan warna urin Anda. Jika warna urin Anda bening atau sedikit kuning terang, itu berarti asupan cairan tubuh Anda sudah cukup. Sebaliknya, jika warna urin Anda gelap dan baunya tajam, itu kemungkinan Anda mengalami dehidrasi. Namun perlu diingat bahwa beberapa jenis obat, kondisi kesehatan dan makanan dapat mempengaruhi warna dan bau urin.
Untuk menghindari dehidrasi, berikut beberapa tips yang dapat dilakukan agar Anda terbiasa mencukupi kebutuhan cairan tubuh setiap hari:
  • Siapkan botol air di mobil, meja kerja dan tas olahraga Anda untuk memudahkan Anda minum di mana saja dan kapan saja.
  • Minum lebih banyak air saat cuaca panas dan Anda berkeringat.
  • Minum setengah liter air dua jam sebelum olahraga.
  • Saat berolahraga di dalam maupun luar ruangan, selalu siapkan botol berisi air di dekat
  • Anda dan sempatkan untuk istirahat minum.
  • Minum dua gelas air setelah berolahraga untuk menggantikan cairan tubuh yang hilang.
  • Jika perlu, konsultasikan ke dokter tentang kebutuhan hidrasi Anda.
  • Tetap minum air dalam jumlah cukup saat berada di ruang ber-AC.
Sederhana dan mudah bukan? Jadi, ayo biasakan minum air putih secara teratur sekarang juga setiap harinya dan hindari dehidrasi!

Jumat, 09 November 2012

Saya Bangga Menjadi Mahasiswa S1 Manajemen UNSIKA



Dahulu,saat lulus SMA saya ingin meneruskan kuliah di Kota Kembang Bandung,karena saya sudah merasa nyaman di kota itu,dan teman-teman saya banyaknya di bandung karena saya alumni PESANTREN,SMP dan SMA Al-Ma'soem.

Saat test SNPTN saya mencoba di UPI dan UNPAD,tetapi orang tua saya beri masukan lebih baik kuliah di UNSIKA,jadi bisa sambil membantu orang tua dalam usaha dagangnya. Tanpa pikir panjang saya pun bergegas untuk mendaftarkan diri di UNSIKA tepatnya Fakultas Ekonomi di karenakan saya senang berwirausaha dan pada saat SMA mengambil program IPS.

Saya masuk UNSIKA pada tahun 2010,awal mulai saya kuliah rasanya sangat beda dengan sekolah.
tetapi beberapa lama kemudian terasa lebih nyantai namun lebih pada tugas.Mengapa saya mengambil program studi S1 Manajemen Ekonomi karena saya merasa lebih senang mempelajari hal-hal yang mengenai ekonomi,mungkin karena saya terlahir dari keluarga yang semua turunannya berwirausaha dan dari masih kecil pun saya di ajarkan oleh kedua orang tua saya bagaimana cara berdagang,agar mungkin suatu saat nanti bisa lebih sukses dari mereka.

Para dosen di Fakultas Ekonomi khususnya manajemen sangat ramah-ramah,disiplin serta tegas.
walaupun belum dan dalam proses untuk menjadi PTN (Perguruan Tinggi Negri) namun saya tetap bangga menjadi mahasiswa fakultas ekonomi S1 Manajemen UNSIKA (Universitas Singaperbangsa Karawang) dan mudah-mudahan untuk kedepannya bisa jauh lebih baik lagi.Amiin...


Mohamad Aziz Sopyan Setiawan
Fakultas Ekonomi
Program Studi S1 Manajemen
Universitas Singaperbangsa Karawang
NPM : 1041173402070

Selasa, 07 Juni 2011